Mungkin dari judul di atas membuat anda jadi penasaran apa isi dari artikel di bawah,tapi memang ini tujuan saya posting
cerita dewasa dengan judul Maafkan Aku Bu .Karna menurut saya rasa penasaran itu membuat pembaca jadi lebih bergairah dan bersemangat untuk membacanya.Inilah
Cerita Dewasa nya,semoga menghibur dan selamat membaca.
Dalam
hubungan suami istri belakangan ini aku agak malas untuk melakukan
hubungan badan dengan suamiku. Hal ini kurasakan baru
belakangan-belakangan ini saja. Kupikir apakah mungkin disebabkan
belakangan ini suamiku selalu mengalami ejakulasi dini, sehingga begitu
selesai dia terus melingkar membelakangiku dan tidur dengan nyenyak
tanpa perduli apa-apa lagi, sedangkan aku masih belum merasakan apa-apa
dan harus terbaring dengan mata melotot dalam perasaan yang tidak
menentu.
Memang posisi suamiku sebenarnya cukup baik di tempat
tugasnya. Suaminya bekerja pada sebuah perusahaan pertambangan dan
sebagai orang kedua di perusahaan itu. Tugas suamiku juga tidak
terbatas. Sebagai orang yang bertanggung jawab atas jalannya
penambangan, maka suamiku praktis bersiaga selama 24 jam.
Kadang-kadang
apabila ada kesulitan pada malam hari, suamiku harus berangkat
menyelesaikannya. Demikian juga karena sifat tugasnya itu suamiku sering
berpergian ke luar daerah. Oleh karena itulah sebenarnya dapat
dimaklumi apabila suaminya agak uring-uringan malam itu disebabkan dia
merasa tidak diperhatikan olehku sebagai istrinya. Ditambah lagi kami
tinggal dalam komplek perumahan pertambangan dengan lingkungan yang
masih terpencil dan jauh dari keramaian apalagi pusat hiburan.
Rumah
yang kami tempati memang sangat besar sekali, karena dibuat pada zaman
Belanda. Demikian juga pekarangan rumah itu sangat luas sekali dengan
pepohonan yang rimbun dan sangat tua umurnya. Karena di daerah itu
sekolah hanya sampai pada tingkat SMP saja, maka tiga orang anak kami
semuanya tinggal bersama neneknya di Jakarta, sehingga di rumah itu
praktis hanya aku dan suami saja yang tinggal besama 2 orang pembantu.
Aku
dan suamiku menempati kamar di rumah induk dan para pembantu di
belakang. Sedangkan kamar lainnya di rumah induk yang diperuntukkan
anak-anakku terpaksa kosong dan terisi hanya apabila anak-anakku datang
berlibur. Apabila suamiku tidak ada di rumah maka praktis tinggal aku
dan kedua pembantu itu saja yang ada dalam rumah. Apalagi bila malam
hari ketika kedua pembantuku sudah tidur semua, maka tinggal aku sendiri
yang digelut sepi. Jadi tidak heran juga akhirnya kebosanan jualah yang
melanda diriku sehingga terbawa dalam sikapku sehari-hari dalam
melayani suami.
Pada saat suamiku pindah kamar sebenarnya aku
ingin sekali meminta maaf kepadanya, akan tetapi egoku timbul kembali,
sehingga kubiarkan saja suamiku keluar kamar. Kupikir tidak lama lagi
suamiku akan berbaikan karena aku hafal benar akan sifatnya. Dia tidak
pernah marah sampai berlarut-larut. Sebentar saja akan reda dan
menemuiku kembali. Kalau sudah begitu maka suamiku biasanya terus
mencumbuku dan kami akan terlibat dalam suatu hubungan suami-istri yang
dahsyat.
Oleh karena itu pada saat aku akan tidur kubiarkan saja
lampu kamarku menyala dan tidak memasang lampu tidur. Selanjutnya aku
mempersiapkan diri untuk menerima suamiku dengan mengenakan baju tidur
yang tipis dan longgar yang biasa kukenakan apabila akan melakukan
hubungan badan dengan suamiku. Selain itu aku juga sengaja tidak
mengenakan BH maupun celana dalam sama sekali.
Kira-kira lewat
tengah malam antara jam 12:30 ketika baru saja aku terlelap tidur, aku
merasakan secara samar-samar ada sesosok bayangan yang masuk ke kamarku
dan langsung mematikan lampu kamar tidurku sehingga keadaan menjadi
gelap gulita. Dalam keadaan antara sadar dan tiada serta dalam suasana
kamar yang telah menjadi gelap gulita aku berpikir suamiku kini sudah
reda marahnya dan mengajak berbaikan seperti kebiasaannya dengan
melakukan hubungan intim suami istri. Oleh karena itu secara refleks aku
pun segera merenggangkan kedua belah pahaku lebar-lebar dan memasrahkan
tubuhku untuk digauli sebagaimana lazimnya.
Saat kami mulai
melakukan hubungan badan, kurasakan alat kejantanan suamiku agak lain
dari biasanya. Aku merasa alat kejantanan suamiku agak besar dan keras
sekali dari biasanya. Sehingga aku benar-benar terhanyut dalam
kenikmatan birahi yang amat hebat malam itu. Selain itu selama kami
melakukan hubungan badan, kudapati suamiku juga agak istimewa. Suamiku
malam itu sangat perkasa dan hebat sekali sampai aku terpaksa mengalami
orgasme berkali-kali. Dan yang terlebih hebat lagi sampai akhir hubungan
itu suamiku tidak mengalami orgasme sama sekali. Akibat aku mengalami
orgasme berkali-kali membuat tubuhku akhirnya kehilangan tenaga dan
langsung tertidur dengan nyenyak dalam suatu kepuasan yang belum pernah
kualami.
Aku terbangun keesokan harinya ketika matahari sudah
mulai terang. Kudapati suamiku sudah bangun terlebih dahulu dan telah
berada di kamar makan. Buru-buru aku keluar kamar untuk menemaninya
makan pagi sebelum dia berangkat ke kantor.
"Wah Papah hebat benar semalam.. pakai obat ya?" kataku berbisik kepadanya sambil tersipu-sipu.
Mendengar bisikanku itu suamiku agak tersentak. Kemudian dia berbalik bertanya, "Hebat apa maksud Mamah!?"
"Itu..
tu.. semalam Papah benar-benar hebat sekali deh, sampai Mamah kewalahan
dan tidak tahan lagi rasanya.. jadi pakai obat apa sih Pah? Karena
selama ini belum pernah Mamah merasakan "itu" Papah sedemikian keras dan
besar sekali, lagi pula.. tahan lama, Mamah sampai kewalahan semalam..
tapi jadi benar-benar puas!" kataku dengan tetap tersipu-sipu.
Mendengar ucapanku itu suamiku menjadi lebih terbengong dengan mulut yang agak ternganga dan alisnya pun berkerenyit.
"Ah,
Mamah mimpi barangkali.. aku semalam ketiduran di kamar sebelah dan
baru terbangun pagi subuh tadi. Memang mulanya aku bermaksud pindah lagi
ke kamar kita, tapi entah mengapa tiba-tiba aku merasa sangat mengantuk
sekali, mataku berat sehingga aku jadi ketiduran tanpa ampun", jawab
suamiku.
Mendengar jawaban suamiku itu kini aku yang berbalik
menjadi terbengong. Aku berpikir apakah aku telah bermimpi? Tetapi
mengapa mimpiku itu begitu sangat terasa seperti nyata? Mengapa aku
merasakan kepuasan seksual yang begitu hebat apabila semua itu hanya
mimpi?
Kalau aku tidak bermimpi jadi siapakah yang telah
menyetubuhi diriku semalam? Mudah-mudahan saja benar ucapan suamiku
tadi, bahwa aku semalam memang bermimpi. Hal itu memang sangat boleh
jadi, karena dalam mimpiku itu aku tidak merasakan suamiku mengalami
orgasme dan pada alat kewanitaanku juga tidak terdapat bekas-bekas
sperma laki-laki.
Pada mula aku tidak begitu peduli akan kejadian
itu dan telah melupakan mimpiku itu. Akan tetapi setelah beberapa
minggu kemudian dan kebetulan pula harinya bertepatan dengan hari dimana
aku bermimpi untuk pertama kalinya, yaitu pada hari Rabu, malam Kamis,
aku kembali bermimpi melakukan hubungan persetubuhan dengan seseorang.
Pada saat itu kebetulan suamiku tidak ada di rumah karena sedang
berpergian ke luar daerah.
Oleh karena itu aku tidur sendirian
saja di kamarku. Setelah beberapa saat aku tertidur, tiba-tiba aku
kembali merasa ada sesosok tubuh berada di dekatku. Ketika aku akan
bangun tiba-tiba aku seperti mendapat semacam bisikan bahwa sosok tubuh
itu tidak lain adalah suamiku yang sekarang yang ingin melepaskan
hasratnya kepadaku sebagai istrinya.
Bagaikan terkena oleh suatu
kekuatan hipnotis yang besar aku tidak jadi terbangun dan menuruti
bisikan untuk melayaninya dalam suatu hubungan suami-istri yang
sempurna. Aku merasakan kembali suamiku begitu hebat. Terutama alat
kejantanannya terasa begitu nikmat dan menggairahkan sekali ketika
berada dalam liang senggamaku. Aku merasakan alat kejantanan suamiku itu
begitu besar dan keras sekali.
Cerita dewasa - Dalam hubungan tersebut aku
benar-benar merasakan suatu kenikmatan seksual yang sangat besar
sebagaimana yang pernah kualami dalam mimpiku yang pertama beberapa
waktu yang lalu, sehingga aku rasanya seperti kuda binal meronta-ronta
ke sana ke mari dan berteriak-teriak kecil merasakan kenikmatan birahi
yang sangat hebat. Dalam keadaan seperti itu tiba-tiba sekilas terlintas
kesadaranku dalam diriku.
Tiba-tiba aku teringat bahwa suamiku
sedang tidak berada di tempat, sehingga siapakah yang sedang menyetubuhi
diriku ini. Dengan suatu kekuatan dalam diriku, kupaksakan mataku
membuka untuk meyakinkan apakah aku bermimpi atau bukan. Kali ini lampu
tidurku kebetulan tidak dipadamkan sehingga ketika aku membuka mata aku
dapat melihat secara samar-samar dalam cahaya lampu tidur yang temaram
sesosok tubuh seperti bayang-bayang berada di atas perutku dalam posisi
duduk sedang asyik menyetubuhi diriku. Mulanya memang aku merasa
terkejut dan agak heran sekali. Aku berpikir apakah semua ini juga
merupakan bagian dari mimpi lainnya.
Akan tetapi anehnya
kesadaranku tiba-tiba hilang begitu saja, kemudian aku kembali terhanyut
oleh perasaan birahi yang meluap-luap sehingga aku pun dengan sangat
bernafsu sekali terus melayani sosok bayangan tersebut dalam suatu
hubungan suami-istri yang sangat hebat. Malam itu kembali aku merasakan
suatu kepuasan yang sangat luar biasa pada akhir hubungan suami-istri
tersebut. Aku kembali mengalami orgasme berkali-kali yang membuat diriku
menjadi lelah sekali dan akhirnya aku terlelap tidur dengan sangat
nyenyak sekali.
Keesokan harinya ketika aku terbangun aku jadi
kembali berpikir-pikir, mengapa aku mengalami mimpi seperti itu lagi?
Apakah hal itu merupakan bayang-bayang imajinasiku karena pada saat itu
kebetulan aku baru saja beberapa hari selesai haid dimana dalam periode
tersebut biasanya aku mengalami masa birahi yang memuncak? Akan tetapi
mengapa aku mempunyai bayangan imajinasi semacam itu? Atau apakah karena
aku selama ini aku kurang mendapat kepuasan dari suamiku sehingga hal
itu merupakan refleksi dari alam bawah sadarku terhadap ketidakpuasan
seksualku terhadap suamiku itu sehingga muncul sebagai suatu mimpi? Atau
pula mungkin disebabkan oleh faktor lain.
Untuk alasan yang
pertama aku kurang yakin karena periode haidku secara rutin datang
setiap bulan, jadi mengapa baru sekarang tercipta dalam mimpi. Untuk
alasan yang kedua kemungkinannya bisa saja terjadi, karena terus terang
aku pernah menyeleweng sekali bersama temanku yang sebenarnya juga
adalah teman suamiku. Peristiwa itu terjadi sudah agak lama sekali dan
aku juga telah melupakannya. Penyelewenganku itu terjadi ketika aku
sedang berada di Jakarta sendirian menengok anak-anakku. Pada saat itu
memang hatiku sedang kacau dan perasaanku tidak menentu.
Keberangkatanku
ke Jakarta sebenarnya juga atas saran suamiku karena beberapa waktu
sebelumnya kami sering bertengkar yang disebabkan hanya karena persoalan
kecil saja. Suamiku rupanya menyadari bahwa perilakuku yang
kadang-kadang suka keras kepala dan marah-marah kepadanya sebagai suatu
akibat dari kehidupan di lingkungan kami yang sangat datar dan jauh dari
keramaian. Oleh karena itulah suamiku menyarankan kepadaku agar menukar
suasana sebentar dan pergi ke Jakarta sambil menengok anak-anak.
Di
Jakarta aku bertemu dengan temanku. Dia memang sering datang ke rumah
menemui suamiku pada saat aku masih tinggal di Jakarta. Kebetulan
istrinya juga adalah teman kuliah suamiku dan dia sendiri memang teman
baik suamiku. Sehingga kami mengenal dengan baik seluruh keluarganya.
Pada
saat itu dia mengantarkan aku belanja ke sebuah Toserba. Selesai kami
berbelanja, dia mengajakku makan malam di kawasan pantai Ancol. Karena
memang kami sudah berkenalan lama dan suamiku juga mengizinkan bila aku
pergi bersamanya, maka kupenuhi ajakan temanku itu. Ketika kami makan,
temanku banyak bercerita tentang dirinya. Dia bercerita bahwa dia
seorang yang perkasa dan menyukai serta disukai banyak wanita.
Akan
tetapi wanitanya itu katanya bukan sembarang wanita. Dia tertarik kalau
wanita itu benar-benar istimewa, baik dalam penampilan maupun bentuk
tubuhnya. Dia mengatakan bahwa aku juga merupakan salah satu wanita yang
dianggap sangat istimewa olehnya. Aku jadi terlambung dan terkesan
sekali akan ceritanya.
Malahan aku sempat bertanya bagaimana
caranya agar seorang laki-laki itu menjadi seorang yang perkasa. Akan
tetapi masalahnya rupanya tidak sampai disitu saja. Ketika kami selesai
makan malam dalam perjalanan pulang, entah bagaimana mulainya, dia
tiba-tiba membelokkan mobilnya masuk ke dalam sebuah motel yang ada di
sekitar situ dan membisikkan kepadaku bahwa sebentar lagi aku akan
mengetahui jawaban akan keperkasaan seorang laki-laki.
Selanjutnya
aku juga tidak tahu mengapa aku tidak menolak diajak ke situ. Kupikir
hal itu mungkin disebabkan pikiranku sedang kacau dan aku tergoda untuk
mendapatkan kenikmatan badani bersamanya yang mana jarang kuperoleh dari
suamiku. Sehingga ketika kami sudah dalam kamar kubiarkan saja tubuhku
ditelanjangi habis-habisan dan kami pun bersama-sama berpolos bugil
menikmati keindahan tubuh masing-masing. Kelanjutan dari adegan itu
sudah dapat dimaklumi kiranya, akhirnya aku dan dia bercumbu
habis-habisan di tempat tidur bagaikan sepasang suami istri yang sedang
berbulan madu.
Semua tehnik dan gaya permainan persetubuhan di
tempat tidur kami lakukan bagaikan dalam adegan sebuah film biru. Bahkan
dengan tidak segan-segannya kami juga melakukan oral seks dalam
menggali kenikmatan tubuh masing-masing. Sehingga seluruh tubuhku sudah
tidak ada lagi yang tersisa yang tidak pernah dinikmatinya.
Namun
hubungan kami hanya untuk sekali itu saja karena setelah itu aku merasa
sangat malu sekali apabila bertemu dengannya. Di samping itu memang
kesempatan aku bertemu berduaan seperti itu tidak pernah ada lagi.
Selain itu aku juga berpikir kenikmatan yang kuperoleh dengannya
sebenarnya biasa-biasa saja. Dia juga tidak lebih hebat dari suamiku.
Dia
juga tidak dapat tahan terlalu lama ketika tubuh kami bersatu dan telah
menumpahkan spermanya dalam rahimku secara bertubi-tubi ketika aku
masih dalam birahi. Demikian pula ukuran dan bentuk alat kejantanannya,
kurasakan juga tidak lebih istimewa bahkan tidak jauh berbeda dengan
alat kejantanan suamiku, yang membedakannya hanyalah alat kejantanannya
itu merupakan alat kejantanan kepunyaan laki-laki lain dan suami wanita
lain. Semenjak hubungan itu aku menghindarkan diri darinya dan aku
merasa kapok berzina dengan dia, akan tetapi yang paling utama
sebenarnya adalah aku takut berdosa.
Pengalaman mimpiku yang
kedua kalinya tidak kuceritakan kepada suamiku karena aku merasa malu
mempunyai imajinasi seksual semacam itu. Akan tetapi selanjutnya mimpiku
itu semakin sering muncul terutama apabila suamiku tidak berada di
tempat dan aku tidur sendirian. Bahkan dalam pengalaman mimpiku
belakangan ini aku merasa hal itu bukan lagi suatu mimpi, karena aku
yakin dan sadar pada waktu itu aku belum tertidur mengingat waktu baru
saja menunjukkan pukul sepuluh malam. Aku sedang bergolek di tempat
tidur dan telah memakai baju tidurku tanpa BH. Dalam keadaan seperti
itu, entah bagaimana mulanya tiba-tiba saja aku merasakan adanya suatu
rangsangan birahi yang hebat dalam diriku kemudian disusul pada bagian
liang kewanitaanku kurasakan berdenyut sedemikian rupa seperti ada
sesuatu yang menerobos ke dalamnya. Rasanya persis sekali seperti rasa
alat kejantanan seorang laki-laki ketika memasuki liang senggamaku.
Selanjutnya
aku pun merasakan ada sesuatu yang bergerak dalam liang kenikmatanku
membuat suatu gerakan mundur maju yang teratur sebagaimana lazim yang
dilakukan oleh orang yang sedang bersanggama. Anehnya apabila sudah
demikian, aku menjadi tidak sadarkan diri dan tenggelam dalam suatu
keadaan histeris yang luar biasa. Kemudian di luar kesadaranku itu aku
terus mengikuti gerakan tersebut sambil menggoyang-goyangkan pinggulku
sampai akhirnya aku merasakan orgasme yang hebat dan hal itu dapat
terjadi sampai berkali-kali. Anehnya pula ketika aku terbangun di pagi
hari, kudapati juga diriku tertidur tidak tanpa BH saja namun juga aku
tidak mengenakan celana dalam.
Setelah mengalami beberapa kali
kejadian tersebut, aku bertambah heran bercampur dengan rasa khawatir.
Oleh karena itu apabila suamiku tidak berada di tempat aku meminta salah
seorang pembantuku untuk menemaniku tidur. Dia tidur di lantai dengan
menggelar kasur sedangkan aku di tempatku seperti biasa. Pada mulanya
keadaannya biasa-biasa saja, tidak pernah terjadi hal-hal yang aneh
maupun lainnya, akan tetapi setelah beberapa malam pembantuku tidur
bersamaku, pada suatu pagi pembantuku yang kebetulan telah berumur
bercerita.
"Neng, semalam Bibi takut sekali", katanya.
"Kenapa Bi?" kataku mulai curiga.
"Begini Neng, semalam itu Bibi rasanya tidak dapat tidur. Dada Bibi sesak sekali dan tidak bisa bernafas.
Ketika
Bibi bangun rupanya ada bayangan yang sedang menindih tubuh Bibi.
Bayangan itu besar sekali dan rasanya dia ngomong kepada Bibi agar tidak
tidur di situ lagi karena mengganggu hubungan suami istri. Terus Bibi
tanya.. mengganggu suami-istri siapa, kan saya bukan istri di situ! Dia
tidak menjawab Neng, tapi dada Bibi terus didudukinya sehingga rasanya
tidak dapat bernafas. Mulanya Bibi kira Bibi mimpi, tapi kok rasanya
tidak karena Bibi betul-betul tidak dapat bernafas, terus Bibi baca-baca
ayat seadanya sampai bayangan itu pergi.
"Ih ngeri sekali Bi", kataku menutup-nutupi ketakutannya.
"Begini
Neng, Bibi kira sebaiknya Neng tanya orang pinter saja, siapa tau ada
yang mau mengganggu. Maklumlah Bapak kan orang penting di sini", kata
pembantuku selanjutnya.
"Saya pikir betul juga Bi, akan tetapi saya tidak tahu siapa yang bisa begitu", kataku.
"Nanti
Bibi coba tanya guru spiritual Bibi, siapa tahu dia bisa", kata
pembantuku yang memang telah agak berumur dan orang asli daerah itu.
Setelah
beberapa waktu pembantuku membawa ibu guru spiritualnya yang kebetulan
juga penduduk asli daerah itu. Setelah dia merenung dan mulutnya
komat-kamit, dia berkata bahwa gangguan itu datang dari bangsa jin. Akan
tetapi dia tidak tahu jin dari mana karena dia tidak kuat untuk
berkomunikasi dengan jin tersebut. Dia menyarankan agar aku meminta
tolong kepada seorang ahli kebatinan yang agak kuat. Dia kenal seorang
ahli kebatinan yang biasa menolong orang sakit yang terkena gangguan
mahluk halus, terutama para ibu rumah tangga yang mempunyai masalah
dengan suaminya.
Demikianlah pada suatu sore ahli kebatinan yang
bernama Pak Zein, datang ke rumahku. Kebetulan pada saat itu suamiku
sedang tidak berada di tempat karena dinas ke Jakarta. Ketika aku
menemui Pak Zein tersebut, aku agak kecele. Karena pada mulanya aku
bayangkan akan bertemu dengan seorang tua yang keriput, berambut penuh
uban dan mungkin berjenggot putih serta memakai sorban di kepalanya
sebagaimana ahli-ahli kebatinan yang pernah kulihat di layar putih. Akan
tetapi rupanya bayanganku amat berbeda sekali. Pak Zein orangnya masih
muda berumur kira-kira tiga puluh tahun dan berpenampilan seperti pemuda
masa kini.
Pada saat itu dia memakai celana jeans dengan kemeja
kotak-kotak sehingga penampilannya jauh sekali dari penampilan seorang
ahli kebatinan. Melihat penampilannya itu aku menjadi agak ragu-ragu
walaupun dari wajahnya tercermin bahwa dia itu seorang yang terpelajar
dan cerdas. Untuk tidak membuatnya tersinggung kuajak bicara juga dan
berbasa-basi menceritakan soal bayangan yang dilihat oleh pembantuku.
Aku tidak menceritakan masalah mimpiku itu sama sekali. Hal itu juga aku
lakukan baik kepada pembantuku maupun kepada ibu guru spiritual pada
waktu dia membantuku dahulu.
Setelah selesai kuceritakan pengalaman pembantuku, Pak Zein terpekur sejenak kemudian dia mulai berkata kepadaku.
"Bu,
setelah saya kontrol secara batin akhirnya saya dapat juga
berkomunikasi dengan bayangan itu. Bayangan itu sebenarnya memang
sebangsa makhluk jin. Jin itu dahulu merupakan peliharaan seseorang akan
tetapi sekarang sudah dilepas karena mempunyai kelakuan yang tidak
senonoh sehingga kini dia berkeliaran tanpa tuan", katanya.
"Jadi maksud Bapak bayangan itu memang benar-benar ada?" tanyaku agak ketir-ketir.
"Betul
Bu, jin tersebut berada di sekitar sini dan sering melewati rumah Ibu
setiap hari Rabu malam Kamis", balasnya menerangkan.
Aku agak
merenung sejenak. Aku ingat-ingat setiap kejadian mimpiku itu memang
selalu bertepatan pada setiap hari Rabu malam Kamis. Kini aku mulai agak
yakin akan kemampuan Pak Zein. Oleh karena itu dengan agak antusias aku
mulai gencar bertanya.
"Persisnya dia ada di mana Pak?" aku bertanya.
"Dia sekarang tidak mempunyai tempat, karena diusir oleh tuannya yang dahulu memeliharanya."
"Oo
ya.. jadi jin juga bisa dipelihara..? Barangkali enak juga ya Pak!
Mungkin bisa disuruh-suruh.. cuci piring atau apa saja", kataku
menyeletuk.
"Maaf Bu.. maaf, jin ini agak nakal, dia diusir
berhubung suka berbuat hal yang tidak senonoh dengan istri tuannya dan
sifat itu rupanya sudah merupakan pembawaan jin itu sejak kecil."
"Perbuatan tidak senonoh yang bagaimana?" tanyaku.
"Maaf Bu.. kalau saya berkata terus terang. Jin itu suka menzinahi istri tuannya."
Mendengar
keterangan Pak Zein tersebut kini aku menjadi agak terkejut. Jadi
selama ini aku telah dizinahi oleh jin sampai berkali-kali.
"Jadi
hal yang dialami si Bibi itu sebenarnya bukan pokok masalahnya",
katanya selanjutnya, "Ketika saya tanya lagi masalah yang sebenarnya itu
apa, jin itu menjawab bahwa dia merasa terganggu dengan adanya si Bibi
di situ karena dia tidak bisa melepaskan hasratnya.
Ketika saya
tanya lebih jauh lagi hasrat apa dan kepada siapa, dia menjawab
sebenarnya selama ini.. dan sekali lagi.. maaf ya Bu.. katanya
sebenarnya selama itu dia telah sering melakukan hubungan suami-istri
dengan Ibu sendiri."
Aku benar-benar terkejut ketika mendengar
pendapatnya. Aku kini menjadi lebih yakin bahwa Pak Zein itu memang
seorang ahli kebatinan yang pandai dan dia dapat melihat hal yang tidak
diketahuinya sebelumnya secara benar. Karena masalah mimpiku itu tidak
pernah kuceritakan kepada siapa-siapa, kecuali kepada suamiku dan itu
juga hanya sekali pada saat permulaan aku merasa bermimpi.
"Secara
terus terang memang sebetulnya saya sudah beberapa kali bermimpi
melakukan hubungan suami-istri dengan seseorang.. tapi hal yang saya
alami itu saya kira bukan apa-apa melainkan hanya sebuah mimpi saja.
Saya tidak tahu bahwa hal itu ada hubungannya dengan jin. Jadi kalau
memang betul begitu, bagaimana bisa terjadi dan mengapa jin itu memilih
saya", kataku.
"Begini Bu, hal itu dapat terjadi karena jin
adalah juga mahluk yang hidup bersama-sama dengan kita menghuni planet
bumi ini. Bahkan kehadiran jin jauh lebih dulu daripada manusia, tetapi
dia hidup di alam dua dimensi, tidak seperti kita manusia yang hidup
dalam alam tiga dimensi. Oleh karena itu sifat zatnya dapat berubah
bentuknya sebagai apa saja sesuai dengan ruang dan waktu. Jin itu juga
mempunyai komunitas sosial, berkeluarga dan bermasyarakat.
Dia
juga mempunyai ukuran batas umur, hanya bedanya dengan manusia usia jin
sangat panjang sekali. Apabila jin yang dikatakan sudah dewasa dia
kira-kira berumur tiga ratusan tahun. Sebagai mahluk, jin juga terkena
hukum dan kewajiban sebagaimana manusia, karena mereka memiliki akal,
nafsu dan kehendak yang bebas. Jadi jin juga mempunyai sifat-sifat
maupun selera seperti manusia demikian juga selera birahinya."
"Maksud Bapak..?" kataku agak heran.
"Seperti yang saya katakan pada permulaan tadi, jin itu dari kecil memang sudah mempunyai sifat yang jelek.
Dia
suka sekali kepada perempuan. Akan tetapi dia tidak bisa melakukan hal
itu semaunya terhadap kaumnya sendiri, karena di situ dia akan mendapat
sanksi dari pimpinan komunitasnya. Kebetulan dia dipelihara oleh manusia
sejak kecil, maka menjelang dewasa dia tidak dapat menahan diri lagi
dan mulai keluar sifat jeleknya.
Mula-mula dia berzinah dengan
istri tuannya dan hal itu menjadikan dia ketagihan sehingga dia terus
mencari wanita-wanita yang bersuami yang dapat diajak berzinah."
"Tapi seperti saya tanya tadi.. mengapa hal itu terjadi pada diri saya?" kataku selanjutnya.
"Pertama-tama
mungkin penampilan Ibu sesuai dengan seleranya. Seperti yang saya
katakan tadi, jin itu juga mempunyai selera birahi seperti manusia. Dia
suka juga kepada wanita yang cantik dan berpenampilan seksi."
Mendengar
kata-kata Pak Zein itu aku menjadi agak tersipu-sipu. Kukira
kata-katanya itu benar sekali karena boleh dikatakan parasku memang
cantik dan bentuk tubuhku juga agak seksi. Buah dadaku masih terlihat
segar dan kecang dengan ukuran yang agak besar sehingga sering membuat
laki-laki berselera untuk menjamahnya.
"Akan tetapi hasrat jin
kepada wanita yang tergolong mahluk manusia, tidak akan begitu saja
kesampaian secara gampang", kata Pak Zein selanjutnya, "Karena jin itu
juga terikat dengan kaidah-kaidah hukum alam, dimana dia tidak dapat
melakukan sesuatu sekehendaknya saja. Oleh karena itu ada
kondisi-kondisi yang harus dipenuhinya sehingga dia dapat mencapai
hasratnya.
Salah satunya adalah biasanya wanita yang dizinahi
oleh jin tersebut adalah wanita yang emosinya agak labil sehingga dia
tidak mempunyai kekuatan batin. Kondisi lainnya adalah.. dan ini
biasanya yang paling dominan.. jin tertarik kepada para wanita yang
telah melanggar kesuciannya, karena bagi wanita itu sudah tidak ada
pagar lagi yang membatasi dirinya sehingga dengan mudah jin itu masuk ke
dalam pikiran dan jasmaninya."
Aku agak terhenyak ketika
mendengar penjelasan Pak Zein itu. Tiba-tiba saja dalam diriku
berkecamuk berbagai perasaan, yaitu antara perasaan malu, takut dan
penyesalan.
"Sekali lagi maaf Bu.." katanya selanjutnya, "Kalau
tidak salah penglihatan saya, barangkali Ibu dahulu pernah berhubungan
dengan laki-laki lain selain suami Ibu? Kalau boleh.. hal ini yang
pertama sekali saya harus tahu?" dia bertanya.
"Eh.. eh..
memangnya kenapa Pak?" kataku agak gugup ketika mendengar permintaan
tersebut. Aku heran mengapa dia tahu akan penyelewenganku dan hal itu
bukan terjadi di sini melainkan nun jauh di sana di kota Jakarta. Sangat
sukar sekali aku menjawab pertanyaannya itu karena hal itu berarti
suamiku akan mengetahui penyelewenganku dahulu.
"Hal ini penting
saya pastikan untuk pengobatan Ibu nanti. Karena apabila memang hal itu
pernah terjadi maka dapat dipastikan masih ada sisa-sisa air mani
laki-laki lain yang tertanam dalam tubuh Ibu dan itu telah menjadi satu
dengan darah daging Ibu. Sisa-sisa air mani dari laki-laki lain yang
bukan suami Ibu itulah yang mengundang jin sehingga dia berhasrat untuk
menzinahi Ibu karena sisa-sisa air mani itu memudahkan dia untuk
melangsungkan hasratnya. Seperti juga istri dari orang yang memelihara
jin itu. Dia pernah menyeleweng dengan lelaki lain sehingga jin itu
berhasrat minta bagian. Karena dengan adanya sisa-sisa air mani lelaki
lain di tubuhnya jin itu sudah mendapatkan kondisi untuk dengan mudah
melakukan hajatnya sebagai suami-istri kepada wanita itu."
"Ya
Pak.." jawabku dengan suara yang tersendat, "Memang saya pernah khilaf
dahulu, saya pernah tidur dengan laki-laki lain, tapi tolong Pak.. suami
saya sampai kini tidak tahu."
"Baik Bu, saya akan memegang amanat
ini, karena sudah menjadi sumpah saya waktu menerima ilmu ini dari guru
saya bahwa saya tidak boleh menceritakan apa-apa kepada siapa pun
mengenai masalah orang yang saya obati. Selanjutnya hal yang kedua yang
saya perlu tahu, apakah waktu jin tersebut menzinahi ibu dia telah
mengeluarkan air mani?"
"Saya rasa tidak pernah Pak..?" jawabku.
"Bagus
kalau begitu, karena hal itu memang jarang sekali terjadi. Itulah
bedanya antara jin dengan manusia. Apabila manusia begitu bersenggama
dia akan mengeluarkan air mani, akan tetapi jin tidak. Karena umur jin
relatif lebih panjang dari manusia maka hanya pada waktu-waktu tertentu
saja dia bisa mengeluarkan air mani. Apabila dia mengeluarkan air mani
hari ini misalnya, maka biasanya tahun depan dia baru bisa mengeluarkan
lagi. Apabila jin itu mengeluarkan air mani di rahim manusia dan
membenihkan janin maka orang itu akan mengalami penderitaan yang hebat,
karena rahim manusia sesungguhnya bukan untuk anak jin, jadi rahim
manusia secara normal tidak akan tahan mengandung anak jin.
Apabila
tidak ditolong oleh jin itu sendiri atau dengan kata lain apabila jin
itu tidak mau bertanggung jawab atas kehamilan yang dibuatnya, maka
wanita yang mengandung anak jin tersebut akan menderita bahkan bisa-bisa
dapat meninggal dunia. Dalam ilmu kedokteran kasus ini biasanya diduga
sebagai penyakit kanker rahim atau sejenis dengan itu, akan tetapi
menurut saya sebenarnya bukan disebabkan oleh hal itu melainkan
dikarenakan wanita itu tidak tahan mengandung anak jin sehingga rahimnya
pecah."
Aku semakin terkejut ketika mendengar kata-kata Pak Zein
itu. Pikiranku segera bekerja keras mengingat-ingat keseluruhan
kejadian yang kualami dalam mimpiku itu. Aku mengingat-ingat apakah
selama itu jin tersebut pernah mengeluarkan air mani di rahimku. Tetapi
aku merasa yakin bahwa selama aku dizinahi jin itu aku tidak pernah
merasakan adanya air mani yang masuk ke dalam rahimku. Hal ini
benar-benar dapat kuyakini. Karena walaupun hubungan itu kurasakan
seperti mimpi, akan tetapi selama itu aku tetap dapat merasakan secara
nyata adanya rabaan-rabaan di bagian tubuhku yang menimbulkan gairah
birahiku serta aku juga dapat merasakan bagaimana alat kejantanan jin
tersebut memasuki liang kewanitaanku. Demikian juga aku dapat merasakan
betapa hangat dan istimewanya ukuran alat kejantanannya ketika memasuki
tubuhku sehingga aku benar-benar terhanyut dalam gairah birahi yang
hebat sampai aku mengalami orgasme berkali-kali.
"Hal yang ketiga
yang perlu saya ketahui lagi.." katanya selanjutnya, "..adalah nama
laki-laki yang pernah tidur dengan Ibu selain suami ibu sendiri. Ini
sekali lagi maaf Bu.. bukan saya ingin mengada-ada, tapi memang perlu
untuk pengobatan."
Aku terdiam saja ketika mendengar permintaan ini. Hatiku ragu untuk menyebutkan nama karena aku khawatir dia akan kenal.
"Jangan
takut Bu, percayalah saya tidak akan mencampuri urusan rumah tangga
Ibu, sekali lagi saya katakan bahwa saya tidak boleh mengatakannya
kepada siapa-siapa apalagi kepada suami Ibu mengenai hal dari orang yang
saya tolong, karena apabila saya lakukan itu, maka ilmu saya akan
luntur dan saya akan mendapatkan balasan sesuai sumpah saya pada saat
saya menerima ilmu ini dari guru saya", katanya seolah-olah membaca
pikiranku.
Dengan suara yang agak perlahan aku menyebutkan nama
temanku yang dahulu pernah mengajakku tidur bersama dan melakukan
hubungan suami-istri.
"Begini Bu, saya harus menyiapkan
bahan-bahannya dahulu dan baru kira-kira tiga hari lagi saya akan
kemari. Ibu mesti saya sucikan dengan berlimau. Kemudian saya akan
menaruh penangkal di badan ibu agar jin tersebut tidak lagi mendatangi
Ibu", katanya selanjutnya.
"Maksud Bapak saya harus berlimau, jadi saya harus mandi?" aku bertanya dengan agak ragu-ragu.
"Betul
Bu, tapi tentu saja tidak telanjang bulat, Ibu nanti bisa pakai kain
putih yang sudah saya persiapkan sebagai petilasan. Hanya saja yang
penting seluruh badan Ibu harus tersiram air limau tersebut. Selanjutnya
untuk memasang penangkal di badan ibu, saya mohon maaf dan keihlasan
Ibu, karena saya harus masukkan sesuatu melalui aurat ibu, karena di
situlah pangkal soalnya. Di samping itu saya harus mengambil sisa-sisa
air mani dari lelaki itu yang kini sudah menyatu dengan darah daging
Ibu", katanya.
Aku tidak dapat berkomentar apa-apa lagi sehingga
aku hanya mengiyakan saja apa yang dikatakan olehnya. Karena aku sungguh
merasa sangat takut sekali akan akibat bersenggama dengan jin itu
walaupun pada mulanya hal itu aku mau biarkan saja karena aku merasa
telah mendapatkan suatu kenikmatan seksual yang sangat hebat sekali.
"Ada
satu hal lagi Pak..", kataku, "Apakah tidak bisa dilakukan segera, jadi
tidak menunggu sampai tiga hari", kataku selanjutnya, karena aku
khawatir suamiku dua hari lagi akan pulang dan aku tidak mau dia
mengetahui masalahku, apalagi dengan cara dimandikan segala.
"Tidak bisa Bu, karena itu termasuk hitungan hari untuk berpuasa", jawabnya.
Setelah
tiga hari berlalu tibalah saatnya aku harus berlimau. Dugaanku rupanya
meleset. Aku menerima kabar dari suamiku bahwa dia baru akan pulang dua
hari lagi. Jadi berarti baru besoknya suamiku kembali. Ketika menjelang
senja Pak Zein datang ke rumahku. Kemudian dia mulai mempersiapkan
ramuannya dalam kamarku sendirian. Selanjutnya dia memanggilku masuk dan
memberikanku sehelai kain putih untuk dipakai sebagai petilasan ketika
aku mandi. Kulihat kain putih itu sangat tipis sekali sehingga apabila
terkena air sudah pasti akan mencetak bentuk tubuhku yang basah dengan
jelas. Akan tetapi apa mau dikata akhirnya aku lebih takut kepada akibat
bersenggama dengan jin daripada mandi bertelanjang di depan Pak Zein.
Pak
Zein memandikanku dalam kamar mandi yang memang berada dalam kamar
tidurku, berduaan saja. Sambil mengucapkan matera Pak Zein menyirami
tubuhku yang hanya terbungkus oleh sehelai kain putih yang tipis dengan
air limau bercampur bunga rampai sampai basah kuyub sehingga apa yang
kukhawatirkan benar saja terjadi. Kain putih yang membalut tubuhku itu
begitu basah langsung melekat di tubuhku sehingga bayangan siluet
tubuhku yang telanjang tercetak nyata di balik kain putih yang basah.
Buah dadaku yang subur beserta puting susunya tercetak dengan jelas
sekali di balik kain putih itu sehingga praktis seluruh bayangan tubuhku
yang bertelanjang bulat samar-samar terlihat secara utuh.
Selesai
aku dimandikan, aku tidak boleh mengeringkan badan. Sambil menunggu
badanku kering Pak Zein menuliskan sesuatu dengan telunjuknya di
tubuhku. Mula-mula di keningku kemudian di kedua belah pipi dan bahuku.
Selanjutnya dia memintaku menurunkan sedikit kemben yang kukenakan untuk
menulis di antara kedua belahan buah dadaku. Pada saat dia menulis di
buah dadaku dengan telunjuknya maka tidak dapat dihindari telunjuknya
itu telah menyentuh puting susuku. Hal itu membuatku agak bergelinjang.
Aku merasakan puting susuku tiba-tiba menjadi tegang. Itulah salah satu
kelemahanku bahwa sekali puting susuku tersentuh maka aku akan merasakan
birahi di seluruh tubuhku. Selanjutnya dia katakan bahwa dia harus
membuat tulisan di daerah pusatku dan juga di kedua belah pangkal
pahaku. Oleh karena itu aku terpaksa membuka bagian depan kembenku itu
sehingga praktis seluruh bagian depan tubuhku yang bertelanjang kini
terhampar jelas di hadapannya.
Pada saat dia menulis di pangkal
pahaku yang letaknya berdekatan sekali dengan alat kewanitaanku, aku
agak bergelinjang kembali. Kudapati juga Pak Zein nafasnya agak memburu,
namun kelihatannya dia tetap menahan gejolak yang mungkin dialaminya.
Hal itu lumrah saja mengingat umurnya yang relatif masih muda, maka
adalah sangat normal apabila dia juga menjadi terangsang melihat tubuhku
yang telanjang. Apalagi tubuhku itu boleh dikatakan bentuknya sangat
mengiurkan pandangan setiap laki-laki karena masih padat dan berisi.
Akhirnya dia memintaku membalikkan badan untuk menulis di punggungku
yang diakhiri pada daerah pantatku.
Selesai menulis di seluruh
tubuhku Pak Zein memintaku melepaskan kain putih petilasan yang masih
kupakai, katanya akan dia bawa untuk dibuang jauh-jauh. Dengan agak
malu-malu kulepaskan kain petilasan itu sehingga kini aku benar-benar
bertelanjang bulat di hadapan Pak Zein.
"Eh.. eh.. sebaiknya Ibu
sekarang bertelungkup di tempat tidur.. karena sebelum saya memasang
penangkal itu, saya harus membersihkan tubuh ibu dari sisa-sisa air mani
dari lelaki yang pernah meniduri Ibu", katanya agak tersendat-sendat
karena kelihatannya dia mulai agak tergugup .
Aku pun segera
menelungkupkan diri di tempat tidur dalam keadaan yang masih tanpa
busana sama sekali. Pak Zein kemudian duduk di sisi tempat tidur mulai
meraba seluruh punggungku dengan cara mengusap-usapkannya dengan halus
mulai dari atas sampai ke daerah belahan pantatku. Ketika tangan Pak
Zein sampai ke bagian daerah itu secara terus terang aku merasakan
kembali gairah birahiku. Tidak berapa lama dia mengusap-usap pantatku
tiba-tiba dia memberikan sesuatu kepadaku.
"Bu.. lihat ini.. ada
serpihan dari air mani yang ada di tubuh Ibu", katanya sambil memberikan
sebuah benda kecil sebesar pasir berwarna putih seperti mutiara.
"Mungkin masih banyak lagi yang tersebar di seluruh badan Ibu", katanya
selanjutnya. Betul saja dari daerah pantatku dia mendapatkan beberapa
butir lagi barang seperti itu. Ada yang berbentuk seperti kristal dan
ada juga yang seperti mutiara seperti yang diberikan kepadaku tadi.
Selesai
mengurut bagian tubuh belakangku, dia memintaku membalikkan badan.
Begitu aku telah telentang segera saja aku memejamkan mata. Aku tidak
kuasa menahan malu bertelentang dalam keadaan bertelanjang bulat di
hadapan laki-laki lain (selain suamiku) dalam jarak yang sedemikian
dekat dan hanya berduaan saja dalam kamar. Oleh karena itu aku hanya
merasakan saja sentuhan-sentuhan Pak Zein ketika mengobatiku. Kurasakan
seluruh buah dadaku berkali-kali diusap dengan lembut yang kadang-kadang
diselingi dengan remasan-remasan halus. Agak lama juga dia
meremas-remas buah dadaku sehingga perasaam birahiku semakin muncul.
Setelah beberapa lama mengusap buah dadaku kemudian dia menemukan lagi beberapa butir sisa air mani berbentuk kristal.
"Maaf
Bu.. ini ada lagi sisa-sisanya di sini", katanya sambil memberikan
butiran itu di tanganku. "Tapi rupanya sudah begitu membeku di daging
Ibu.. saya khawatir tidak akan dapat bersih seluruhnya", katanya lagi
dengan nada suara yang agak bergetar.
"Jadi kalau begitu bagaimana? Apa yang harus saya perbuat?" kataku sedikit ketakutan.
"Saya
harus lebih kuat lagi menariknya. Dengan tenaga tangan ini masih kurang
kekuatannya.. tapi biar saya coba lagi ya Bu.. dan maaf sekali lagi
tarikan saya sekarang mungkin agak kencang", katanya sambil terus meraba
lagi buah dadaku tapi kali ini dengan remasan yang kuat. Agak lama Pak
Zein meremas-remas buah dadaku sehingga aku merasa sangat kejang sekali
dan nafasku mulai memburu. Liang kewanitaanku juga terasa mulai basah
oleh cairan birahi sehingga secara tidak sadar aku telah melenguh-lenguh
kecil.
"Betul-betul sudah sangat membeku Bu", katanya dengan nafas yang juga terengah-engah.
"Saya kira saya harus lakukan dengan cara lain agar dapat mencair sedikit dan baru saya akan tarik lagi", katanya selanjutnya.
"silakan saja Pak.." jawabku dengan suara yang sangat lemah.
Dengan
tidak ayal lagi tiba-tiba Pak Zein menghisap buah dadaku dengan
sekuat-kuatnya. Puting susuku dipermainkannya dengan lidahnya dan
giginya menempel erat di bagian permukaan daging dadaku yang kenyal
lembut itu sehingga aku tercampak dalam suatu arus birahi yang dahsyat.
Selesai menghisap buah dadaku dia mulai lagi meremas-remas buah dadaku
dan tidak berapa lama kemudian sambil terengah-engah hebat dia tunjukkan
kembali beberapa butiran seperti mutiara yang katanya telah dapat
diambilnya melalui penyedotan di puting susuku.
Selesai
mengerjakan bagian buah dadaku, dia kini beralih ke bagian perutku di
sekitar pusat, dengan halus dia mengusap-usap perutku diiringi dengan
sesekali mencucupi pusatku dengan halus.
"Di bagian sini tidak ada
Bu.." katanya, "Jadi tubuh Ibu kini sudah bersih. Sekarang saya akan
pasang penangkal di badan Ibu agar terjauh dari maksud jahat para jin
atau pun mahkluk halus lainnya. Selain itu penangkal ini juga bersifat
penawar dan pengasihan."
"Penawar dan pengasihan..? Apa artinya itu Pak", aku bertanya agak heran.
"Betul
Bu, kalau penawar itu sifatnya menetralisir semua pengaruh buruk di
badan Ibu. Artinya setelah Ibu memakai itu, maka Ibu juga tidak perlu
khawatir lagi ada pengaruh buruk di badan Ibu. Maaf ya Bu.. namanya juga
manusia bisa saja khilaf, apakah kemarin atau nanti. Jadi misalnya
kalau Ibu nanti sewaktu-waktu berhubungan badan lagi dengan laki-laki
lain, maka tidak ada lagi pengaruh buruk yang melekat di badan Ibu,
apakah itu dari jin maupun lainnya. Kalau pengasihan.., ya itu untuk
diri Ibu agar dicintai dan digandrungi oleh semua orang, terutama
laki-laki.
Laki-laki mana saja yang memandang Ibu, dia akan
teringat selalu, seperti kata pepatah, wajah Ibu akan selalu
terbayang-bayang, siang terkenang-kenang dan malam termimpi-mimpi. Dia
akan merasa jatuh cinta kepada Ibu serta tunduk dan patuh mengikuti apa
kemauan Ibu. Apalagi kalau laki-laki itu sudah pernah mencoba.. ya.. ya
itunya Ibu, maka dia tidak akan pernah melupakannya lagi kenikmatan dari
itunya Ibu. Dia akan terus lengket kepelet dengan Ibu", katanya lagi.
"Lha
bagaimana nanti dengan suami saya?" aku bertanya. "Itu tidak apa-apa
Bu, malahan suami Ibu juga akan lebih cinta dan sangat sayang kepada
Ibu. Walaupun Ibu berbuat apa saja, misalnya Ibu mau bersebadan dengan
laki-laki manapun dan di depan matanya sekalipun, dia tidak akan pernah
marah, malahan akan bertambah sayang dan takut kalau kehilangan Ibu."
Akhirnya
dia mulai memasang penangkal dan pengasih itu di alat kewanitaanku.
Mula-mula dia membacakan mantera di mulut liang kewanitaanku, kemudian
jari tengahnya ditusukkan ke dalam liang kewanitaanku. Awalnya hanya
pada klitorisku saja kemudian semakin lama semakin dalam. Aku kembali
menjadi bergelinjang ketika jari tengahnya memutar-mutar di daerah
klitorisku karena merasakan kenikkmatan arus birahiku yang mulai muncul.
Namun ketika jarinya mulai masuk lebih dalam lagi ke liang kemaluanku,
aku agak tersentak kesakitan.
"Eh maaf.. sekali lagi maaf Bu.."
katanya, "Sekarang sudah terpasang, tapi rupanya masih belum sempurna
kedudukannya, jadi..", tiba-tiba dia berhenti berkata-kata.
"Jadi apa Pak?" kataku dengan agak terengah-engah.
"Perlu
didorong lagi sedikit biar lebih dalam lagi kedudukannya, tapi jari
tangan ini rasanya kurang panjang, jadi.. jadi.. eh, maaf Bu..", katanya
lagi dengan nada suara yang tidak begitu jelas karena nafasnya pun kini
sudah mulai terengah-engah. Aku pun maklum apa yang dia maksudkan itu
karena aku pun merasakan birahiku semakin memuncak. Dengan demikian
kurenggangkan kedua belah pahaku lebar-lebar sehingga lubang kemaluanku
kini menganga.
"Jadi.. jadi.. silakan teruskan saja Pak sampai
sempurna.." kataku dengan suara yang juga hampir tidak kedengaran. Pak
Zein tanpa ayal lagi segera saja menyodorkan alat kejantanannya yang
rupanya memang sudah dikeluarkannya semenjak aku memejamkan mata tadi
langsung mendekati arah liang senggamaku.
"Eh.. maaf Bu.. sekali lagi
maaf Bu", katanya berkali-kali sambil memasukkan alat kejantanannya ke
liang senggamaku yang telah licin dengan cairan birahi sehingga segera
saja terhisap dengan mudah menerobos ke dalamnya. Aku segera menjepit
alat kejantanannya itu erat-erat dengan seluruh kekuatan ototku kemudian
menggoyang-goyangkan pinggulku dengan teratur sehingga Pak Zein menjadi
mengerang-erang kenikmatan.
Memang agak lama juga dia
mengayunkan tubuhnya di atas tubuhku akan tetapi akhirnya dia tidak
tahan juga. Kurasakan alat kejantanannya semakin mengembang dengan keras
dan aku pun segera menggoyang-goyangkan pinggulku lebih kuat lagi
sehingga akhirnya dia kelihatan tersentak sejenak kemudian aku rasakan
curahan sperma yang hangat secara bertubi-tubi membanjiri rahimku.
"Eh..
maaf Bu.. maaf Bu", katanya lagi berkali-kali sambil terus menggenjot
tubuhku kuat-kuat mengimbangi goyangan pinggulku yang semakin liar
sampai akhirnya dia tergelusur lemas di atas tubuhku. Aku tidak
berkomentar apa-apa, hanya saja dalam hatiku aku berkata, anggap saja
ini semua sebagai percobaan akan kemanjuran "penangkal" dan "pengasihan"
yang telah dipasangkan di tubuhku tadi. Tetapi yang penting dari
kesemuanya ini aku berpikir bahwa antara jin dan manusia memang tidak
berbeda, keduanya memang sama-sama suka berzinah.
Cerita Dewasa : Maafkan Aku Bu